Rabu, 01 Januari 2014

Opini

Rombak Total Sistem Penerimaan CPNS!

Rabu, 01 Januari 2014 | 14.30
Oleh: NANI EFENDI


    Setelah dilakukan moratorium selama beberapa tahun, akhirnya pada 2013 rekrutmen CPNS kembali dilaksanakan oleh pemerintah. Namun, sistem yang diterapkan masih menggunakan cara-cara lama, yakni hanya cukup sebatas penggunaan lembar jawaban komputer (LJK). Hanya ada beberapa sistem yang mengalami perubahan, namun itu tidak signifikan, seperti pendaftaran secara online. Padahal, jika kita pelajari secara saksama, sistem yang digunakan selama ini sulit menghasilkan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang berkualitas.
Di samping itu, sistem yang selama ini digunakan juga sulit dijadikan cara untuk mendapatkan SDM Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang benar-benar handal dan berkualitas dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih dan profesional (good and clean government). Mengapa? Karena, sistem yang ada sekarang hanya sebatas menguji kemampuan kognitif atau kemampuan otak belaka. Pertanyaannya, mungkinkah kualitas SDM seseorang dapat diukur hanya dengan menggunakan soal pilihan ganda yang berjumlah 100-200-an dalam bentuk LJK? Sangatlah tidak masuk akal.
Mengapa? Dari beberapa hasil penelitian ilmiah dewasa ini yang dilakukan oleh banyak ahli, dikatakan bahwa kesuksesan seseorang itu tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ) belaka, tetapi juga harus disertai dengan kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Artinya, manusia yang berkualitas itu tidak hanya dilihat dari kecerdasan intelektualnya, tetapi ia juga harus punya integritas moral (kecerdasan spiritual) serta juga harus punya motivasi berprestasi (kecerdasan emosional) dan cakap dalam hubungan sosial.
Praktek penyalahgunaan kekuasaan dan jabatan (abuse of power) seperti pemerasan, korupsi, tindakan sewenang-wenang, malas masuk kantor, dan berbagai prilaku bejat para penyelenggara negara seperti yang sedang marak terjadi saat ini salah satu penyebabnya adalah lemahnya kualitas kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Mereka, para koruptor itu, bukanlah orang-orang bodoh. Sebagian besar mereka adalah orang-orang pintar. Bahkan, secara akademik, ada yang sudah mencapai derajat pendidikan doktor. Tetapi, mereka hanya pintar secara profesional dan IQ semata, namun lemah dalam hal spiritual dan emosional. Dengan kata lain, mereka pintar, tetapi tidak bermoral. Padahal, untuk mengelola bangsa ini ke arah yang lebih baik, tidak cukup hanya mengandalkan kepintaran otak belaka, tetapi juga dibutuhkan landasan moral dan spiritual yang baik.

Beberapa kelemahan

Ada beberapa kelemahan sistem rekrutmen CPNS saat ini. Pertama, rentan dengan praktek curang dan suap. Penyebabnya adalah tidak adanya transparansi dalam hal evaluasi hasil tes. Orang tidak tahu apa yang dilakukan oleh panitia pengadaan CPNS terhadap hasil tes tertulis. Peserta tes hanya menerima saja hasil tes yang diumumkan melalui media massa. Sistem evaluasi yang seperti itu sangat rentan dengan manipulasi dan kecurangan, karena pemeriksaan soalnya tidak dapat diawasi oleh publik. Siapa yang bisa menjamin hasil tes yang hanya berbentuk LJK itu bisa objektif dan bebas dari praktek suap? Hasil tes yang berupa LJK bisa saja diganti dengan LJK yang baru yang telah diubah jawabannya oleh tangan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pada tahap inilah peluang oknum untuk bermain suap terbuka lebar. Tidak tanggung-tanggung isu yang berkembang di masyarakat: untuk menjadi CPNS orang harus menyuap 200 sampai 250 juta rupiah. Negara macam apa ini? Mengapa orang berpikir begitu bodoh?
Oleh karena itu, sistem yang seperti ini harus dirombak total. Evaluasinya harus transparan dan dapat diawasi oleh siapa pun. Yang lebih objektif lagi ialah kalau hasil tes bisa diumumkan pada saat pelaksanaan tes itu selesai. Tes yang seperti itu bisa dilakukan dengan cara komputerisasi online atau sistem elektronik. Peserta tesnya harus bisa mengetahui hasil tesnya hari itu juga. Seperti halnya kuis yang sering kita saksikan di televisi. Saat itu ia jawab, saat itu juga nilainya keluar. Bisakah kita menggunakan cara-cara seperti itu? Jawabannya tentu ada pada pemerintah sebagai pemegang kebijakan.
Kedua, kelemahan sistem saat ini, sulitnya mengukur kemampuan SDM peserta tes. Mengapa? Seperti yang saya jelaskan di atas. Sistem tes dengan menggunakan LJK hanya bisa digunakan untuk mengukur kecerdasan otak belaka. Ia tidak mampu menilai hal-hal lain yang semestinya dimiliki oleh CPNS, seperti soft skill, misalnya integritas moral-spiritual, motivasi kerja, pengalaman organisasi, loyalitas, jiwa nasionalisme, kecakapan leadership-manajerial dan lain sebagainya. Oleh karena itu, sistem yang ada sekarang harus ditambah dengan evaluasi-evaluasi lain untuk menilai kecerdasan emosional dan spiritual seseorang. Untuk menilai integritas moral, peserta dapat diuji tentang persoalan keagamaan, seperti shalat dan baca Al Qur’an bagi yang muslim. Ke depan, bagi yang muslim, tidak boleh lagi ada CPNS yang tidak bisa baca Al Qur’an dan tidak bisa shalat.
Untuk mengukur motivasi kerja, kemampuan leadership dan manajerial, bisa dilihat dari pengalaman organisasinya, baik organisasi kemahasiswaan ketika ia masih kuliah, maupun organisasi lainnya yang berlevel nasional yang pernah ia ikuti. Setiap peserta harus mampu membuktikan bahwa dirinya pernah aktif di berbagai organisasi. Karena, kualitas mereka yang pernah ikut organisasi dengan yang tidak, sangat jauh berbeda. Idealisme, jiwa nasionalisme, dan kemampuan leadership banyak dibentuk di dalam organisasi kemahasiswaan.
Ketiga, soal yang diujikan banyak yang tidak relevan dengan bidang tugas di mana mereka akan ditempatkan. Saya sering membaca soal-soal tes CPNS yang digunakan dari tahun ke tahun. Saya menilai, soal yang diujikan banyak yang tidak relevan dengan tujuan tes itu sendiri dalam rangka mencari SDM yang berkualitas untuk mengisi job-job di berbagai bidang pemerintahan. Contohnya, soal bahasa Inggris tidak lagi dimasukkan ke dalam soal tes. Padahal, kemampuan bahasa Inggris sangat dibutuhkan dalam banyak bidang kerja saat ini. Itu salah satu contoh. Oleh karena itu, buatlah soal yang benar-benar berhubungan dengan pekerjaannya sebagai PNS. Lebih baik diujikan bagaimana cara membuat surat dinas yang baik dan benar ketimbang menanyakan nama sebuah danau di salah satu daerah. Lebih baik diujikan cara pidato dan publik speaking ketimbang mengujikan cara mencocokkan gambar-gambar yang membingungkan dan tidak karu-karuan dalam soal-soal tes. Itu tidak relevan. Dan, masih banyak lagi contoh-contoh soal tes CPNS yang tidak relevan kalau kita analisis secara rasional. Buktinya, banyak PNS saat ini yang tidak kompeten dan tidak berkualitas, baik secara intelektual, moral, maupun spiritual. Lebih-lebih mereka yang menjadi CPNS dengan cara menyuap atau menyogok puluhan bahkan sampai ratusan juta rupiah.

NANI EFENDI
Pemerhati Masalah Sosial, Tinggal di Jambi 
Komentar
 

Category 2

.