Rabu, 13 Maret 2013

Peristiwa

Kijang Kerinci Muncul Setelah 100 Tahun

Rabu, 13 Maret 2013 | 18.40
SaktiNews.com, Kerinci - SEJAK ditemukan pertama kali oleh sejumlah peneliti yang melakukan ekspedisi di wilayah Sumatera, yang difokuskan di wilayah Kabupaten Kerinci pada tahun 1913, kijang gunung (Muntiacus montanus) sempat dinyatakan punah. Setelah sekitar 100 tahun kijang ini tidak lagi pernah terlihat, sehingga luput dari perhatian peneliti.

Namun pada tahun 2002 lalu, keberadaan kijang gunung kembali menarik perhatian para peneliti, karena tim Patroli  Harimau Sumatera (PHS) bersama dengan Flora dan Fauna Internasional (FFI), melaporkan temuan mereka di Gunung Kerinci.

Saat itu, ditemukan kijang aneh yang sedang terkena jerat. Kijang tersebut bewarna gelap dan ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan kijang lainnya. Saat itulah, sejumlah peneliti berasumsi bahwa kijang tersebut merupakan kijang gunung, yang pernah ditemukan pada tahun 1913 lalu.

Pada tahun 2013 ini, informasi penemuan kijang gunung kembali mengejutkan. Informasinya, dari rekaman kamera traps yang dipasang di wilayah Kerinci ke arah Muara Labuh, berhasil memotret sepasang kijang gunung (induk dan anak.red). Jika ini benar, maka ini merupakan satu-satunya foto kijang gunung di dunia, yang sedang dalam keadaan lepas di hutan.

Humas Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat Andika Candra, saat dikonfirmasi mengakui adanya penemuan spektakuler tersebut. Dia mengatakan, penemuan foto-foto kijang gunung masih akan dikaji lagi bersama dengan para ahli.

”Jika ini memang benar kijang gunung, maka ini merupakan prestasi yang sangat luar biasa. Kalau dilihat dari gambar-gambar yang ada, ini memang merupakan kijang gunung yang sangat langka,” ujar Andika, dikonfirmasi Tribun, Senin (11/3).

Dia mengatakan, kamera traps yang berhasil mendapatkan gambar-gambar kijang gunung tersebut, dipasang sejak Agustus 2012 lalu, ke arah muara labuh. ”Kameranya baru selesai dibongkar. Foto-fotonya nanti akan kita publikasikan,” katanya.

Peneliti Inggris Debbie Hartyr, juga mengakui kamera traps yang dipasang oleh TNKS dan FFI, berhasil merekam gambar kijang gunung. ”Ini sangat fantastik. Karena gambar kijang gunung ini benar-benar ada,” jelas Debbie, yang sudah melakukan penelitian di Kerinci sejak tahun 1994.

Menurut Debbie, penemuan ini merupakan kabar yang sangat mengembirakan, karena kijang gunung ditemukan dua ekor yakni anak dan induknya. ”Kalau ada anak dan induk, sudah pasti ada bapaknya. Mudah-mudahan jumlahnya masih cukup banyak,” katanya.

Kijang gunung pertamakali ditemukan oleh sejumlah peneliti yang melakukan ekspedisi di Kerinci. Peneliti tersebut di antaranya adalah Robinson dan Kloss, pada tahun  1913.

”Peneliti saat itu menemukan jenis kijang yang belum diketahui. Karena penasaran, sampel kijang tersebut diambil dan disimpan di Raffles Museum Singapura, tapi hilang saat evakuasi pada tahun 1942 ketika terjadi perang dunia, saat Jepang menduduki Singapura,” ungkapnya.

Pada tahun 1917, ada tulisan yang menyebutkan adanya jenis kijang baru. ”Kemudian, pada 1927 ada lagi ekspedisi lain, yang bertemu dengan jenis kijang aneh ke Lauser. Penemuan tersebut juga diduga kijang gunung,” kata Debbie.

Setelah informasi penemuan-penemuan tersebut, akhirnya keberadaan kijang gunung mulai luput dari perhatian para peneliti, karena tidak pernah lagi ada laporan penemuan kijang gunung, maupun foto-foto yang berhasil ditangkap oleh kamera traps.

”Baru pada tahun 2002 lalu, tim yang sedang melakukan patroli, menemukan kijang aneh yang sedang terkena jerat di kawasan Gunung Kerinci. Saya yang ikut dalam patroli tersebut, mengambil banyak foto karena melihat adanya keanehan pada kijang yang terjerat,” tambahnya.

Foto tersebut akhirnya dia kirim kepada ahli kijang dari Vietnam, dan dia sangat terkejut melihat foto tersebut, karena itu memang benar merupakan kijang gunung yang sudah dinyatakan hilang sejak 1931. ”Kijang ini suka berada di daerah ketinggian,” sebut Debbie.

Pada September 2008 lalu, kijang gunung ini akhirnya diakui oleh IUCN, sebagai spesies kijang baru di Indonesia. ”IUCN sendiri merupakan perkumpulan ahli yang mengetahui berbagai jenis satwa,” pungkasnya. (tribunjambi)
Komentar
 

Category 2

.