Kamis, 03 Juli 2014

Opini Tulisan

HMI dan Tantangan Bangsa Kedepan

Kamis, 03 Juli 2014 | 00.52


 Oleh: Nani Efendi



    Idealnya, kader HMI sejati itu harus menguasai dan memahami dua persoalan besar di samping menekuni disiplin ilmu yang menjadi pilihannya di kampus. Dua persoalan besar itu ialah persoalan bangsa (wawasan kebangsaan atau keindonesiaan) dan persoalan keagamaan dan keumatan (wawasan keislaman). Dua wawasan ini— kebangsaan dan keislaman—harus benar-benar dimiliki oleh setiap kader HMI. Karena, hal ini sesuai dengan tujuan didirikannya HMI itu sendiri. Jika dua hal itu tidak dimiliki, berarti seorang kader HMI itu tidak memahami tujuan HMI dan tujuan ber-HMI. Di samping itu, ada dua wawasan lain yang akan menopang kompetensi seorang kader, yaitu wawasan kemahasiswaan dan keorganisasian.
    Wawasan kebangsaan dan keindonesiaan yang dimiliki oleh kader-kader HMI membuat mereka memiliki kesadaran politik dan kepekaan sosial yang tinggi. Kesadaran ini sangat perlu dalam memperjuangkan cita-cita HMI mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia yang diridhoi oleh Allah s.w.t.  Sedangkan wawasan keislaman akan menjadikan kader-kader HMI sebagai insan-insan moralis dan idealis yang selalu tunduk dan istiqomah dalam memperjuangkan kebenaran yang berlandaskan al-Qur’an dan Hadits. Ketundukan kepada kebenaran itu adalah konsekwensi logis dari sikap ber-islam, yakni tunduk, patuh, dan pasrah kepada Allah (hanif). Wawasan keislaman ini juga menuntut kader-kader HMI untuk selalu mengimplementasikan nilai-nilai islam dalam segala sektor kehidupan berbangsa dan bernegara.
    Kenapa kader-kader HMI harus mempunyai wawasan kebangsaan dan keislaman? Karena, tujuan awal didirikannya HMI itu sendiri, yakni mempertahankan NKRI dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia serta mensyiarkan agama Islam.
Jadi, setiap mahasiswa yang bergabung dengan HMI harus melek (paham) politik, walaupun tidak harus menjadi politisi atau terjun ke kancah politik praktis. Kenapa kader-kader HMI harus melek politik? Karena, persoalan bangsa tidak bisa dipisahkan dari persoalan politik. Tidak hanya itu, persoalan bangsa sangat complicated. Oleh karena itu, kader-kader HMI juga harus memahami berbagai persoalan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, mulai dari persoalan sosial politik sampai persoalan ekonomi dan budaya. Persoalan-persoalan lain seperti pendidikan, hukum, kesehatan, iptek, pertahanan dan keamanan juga harus dipahami oleh kader-kader HMI. Pendek kata, kader-kader HMI mesti memahami berbagai sektor kehidupan bangsa. Oleh karena itu, komitmen untuk selalu belajar harus menjadi bagian dari jati diri seorang kader HMI. Belajar tentunya tidak sebatas di institusi formal, tetapi bisa belajar di mana dan kapan saja.
    Di atas itu semua, nilai-nilai (values) dan landasan keislaman tidak boleh lepas dari diri setiap kader-kader HMI. Islam harus tetap menjadi ruh dan sumber nilai, serta kekuatan dan landasan moral bagi setiap kader HMI dalam perjuangannya. Profesionalitas dan intelektualititas yang tinggi dengan dilandasi iman yang mantap (keislaman), itulah sosok ideal kader HMI yang bisa membawa Indonesia menjadi bangsa yang adil makmur. Problem SDM bangsa hari ini ialah terjadi keterpisahan antara dua wawasan itu (split personality). Akhirnya, banyak orang pintar tetapi tidak memiliki integritas dan moral yang baik. Sebaliknya, banyak juga orang yang mantap keimanan dan moralnya, tetapi tidak memiliki intelektualitas dan profesionalitas yang mumpuni. Kedepan bangsa kita membutuhkan pemimpin-pemimpin dan SDM yang memiliki keduanya, yaitu pintar/profesional dan bermoral.

Berbenah Diri

    Nah, kita berharap HMI memberikan kontribusi yang besar dalam melahirkan kader-kader bangsa yang pintar dan bermoral itu. Untuk mencapai tujuan itu, HMI tentunya harus berbenah diri dan mampu membaca peluang dan tantangan bangsa kedepan.
     Membaca Indonesia hari ini dan kedepan, pertarungan HMI sudah banyak ke tataran intelektual dan profesionalitas. Jika HMI tidak mampu melahirkan kader-kader yang cerdas, kritis, dan profesional di berbagai bidang serta memiliki semangat juang yang tinggi untuk mensejahterakan umat, maka kader-kader HMI harus bersiap-siap menjadi penonton di luar pagar transaksi-transaksi ekonomi. Kader HMI hanya mampu bertindak reaktif-emosional, tetapi tidak tahu harus berbuat apa. Kader HMI hanya sadar dirinya dirugikan oleh struktur sosial politik dan ekonomi yang tidak adil, tetapi tidak memahami secara persis kenapa itu terjadi dan bagaimana mengatasinya.
    Persoalan besar yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dan umat Islam kedepan adalah persoalan-persoalan ekonomi. Persoalan ekonomi berimbas ke berbagai sektor kehidupan. Perebutan sumber daya ekonomi yang terjadi akibat sistem kapitalisme dan neoliberalisme akan mewarnai problem-problem bangsa kedepan. Kedepan, kita tidak lagi menghadapi musuh dalam bentuk fisik seperti di tahun 1940-an sampai 1960-an, tetapi musuh kita kedepan datang dalam bentuk ideologi, ilmu pengetahuan dan teknologi, yang dapat meluluhlantakkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Ideologi kapitalis sudah merasuki bangsa kita. Sehingga keserakahan dan kehidupan yang hedonis pun seperti sudah menjadi tren kehidupan hari ini. Kesenjangan sosial sudah kian melebar antara orang-orang kaya (the haves) dan orang-orang miskin (the haves-not). Pengangguran sudah menjadi problem besar bangsa ini. Belum lagi persoalan-persoalan lain yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang masih amburadul di sana-sini.
    Penjajahan gaya modern tidak hanya datang dari bangsa asing dalam bentuk sistem ekonomi kapitalis yang serakah, tetapi juga datang dari dalam bangsa sendiri dalam berbagai bentuk dan  strategi. Kebijakan yang tidak adil (crime policy) yang merugikan rakyat lemah serta kebijakan-kebijakan koruptif  dalam berbagai bentuk adalah salah satu contoh dalam hal ini.

Banyak Belajar

    Nah, begitu besar problem-problem umat dan bangsa yang harus diselesaikan oleh kader-kader HMI ke depan. Pertanyaannya, mampukah kader-kader HMI mengatasi berbagai persoalan bangsa ke depan, sehingga masyarakat adil dan makmur dapat terwujud?
     Dengan motto, “Yakin Usaha Sampai”, tentunya kader-kader HMI mesti mampu mencapai semua cita. Dengan syarat, kader-kader HMI harus berbenah diri dan mempersiapkan diri dengan meningkatkan intelektualitas dan profesionalitas di berbagai bidang  serta selalu meningkatkan stamina spiritual.
Saya  mengimpikan  presiden RI ke depan adalah kader HMI, sehingga bisa membuat kebijakan besar yang selalu berpihak kepada rakyat banyak. Gubernur BI juga kader HMI, sehingga mampu melawan “perang” rekayasa keuangan sistem kapitalis. Pendek kata, posisi-posisi strategis yang menentukan kehidupan rakyat secara luas dikuasai oleh kader-kader HMI. Untuk itu, kader-kader HMI harus banyak belajar. Kader-kader HMI harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
     Ada beberapa skill dasar yang wajib dimiliki oleh kader-kader HMI hari ini, antara lain: (1) penguasaan terhadap bahasa asing (minimal bahasa Inggris), (2) penguasaan terhadap IT (information technology), (3) kemampuan leadership dan manajerial, (4) communication skill (kemampuan berbicara dan menulis).  Dengan memiliki skill dasar itu, kader HMI sudah memiliki bekal untuk bersaing dan merambah ke dalam banyak sektor kehidupan. Dengan memiliki skill dasar itu juga, kader HMI mampu bersaing dan  memenangkan persaingan. Dengan  memenangkan persaingan, maka kader-kader HMI  bisa memegang posisi-posisi strategis dalam pembangunan bangsa. Sehingga, sacred mission (misi suci), yakni terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah s.w.t. bisa tercapai. Yakin Usaha Sampai, dan usaha sampai yakin!
                                                     
Nani Efendi     
Alumnus HMI
Komentar
 

Category 2

.